Orang miskin hidup susah itu ada di mana-mana, tapi miskin hidup mudah, hanya ada di Makkah
Hidayatullah.com --Kota suci Makkah dianggap sebagai salah satu kota yang paling mahal untuk ditinggali, berdasarkan tingginya biaya akomodasi di daerah sekitar Masjidil Haram.
Hal tersebut, menurut para pakar ekonomi, telah menciptakan kesan keliru yang mengira orang-orang kaya dan proyek-proyek raksasa saja yang hanya ada di sana.
Kenyataannya, banyak orang miskin Saudi dan orang asing yang papa tinggal tak jauh dari Masjidil Haram. Jumlahnya berlipat dan keturunan mereka, yang tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, menekuni bisnis kecil-kecilan guna menyambung hidup diri sendiri dan keluarga.
Bisnisnya, seringkali hanya bernilai beberapa riyal saja. Meskipun demikian, masih bisa memberi makan beberapa mulut yang kelaparan.
Sebut saja Mohsen Attiyah. Dia adalah pria Saudi berusia 62 tahun. Pekerjaannya menjual kayu siwak di pelataran Masjidil Haram. Bisnis kelas guremnya itu dilakoni untuk menghidupi istri dan delapan anaknya.
"Saya telah menjual siwak selama lebih dari 25 tahun. Saya memulai usaha ini dengan modal tidak lebih dari 25 riyal," cerita Attiyah.
Pria itu membeli kayu siwak dalam jumlah agak banyak seharga 300 riyal. Lalu dia memotong-motongnya menjadi tangkai kecil sebanyak kira-kira 700 buah. Setiap tangkai dijual kembali dengan harga 3 riyal.
"Saya mendapat keuntungan antara 1.400-2.100 riyal."
Meskipun untungnya lumayan, tapi barang dagangannya tidak habis dalam waktu sekejap.
"Kadang butuh waktu berhari-hari untuk menjual habis seluruh siwak saya," katanya, seraya menjelaskan bahwa kota Makkah adalah tempat terbaik untuk menjual barang dagangan semacam itu.
Lain Attiyah, lain pula Arshad Haj. Pendatang asing ilegal ini masih berusia 22 tahun. Bisnisnya adalah menjual jasa gunting, sebagai tukang potong rambut.
Modal bisnisnya adalah gunting seharga 6 riyal. Dengan gunting di tangan, dia mencukur kepala-kepala para jamaah di dekat pintu Masjidil Haram. Imbalannya 3 riyal per kepala. Selama bulan Ramadhan dan musim haji, tarif layanannya bisa naik hingga 5 riyal.
"Saya memperoleh pendapatan sekitar 120 riyal di hari-hari biasa. Tapi bisa mendapat tiga kali lipatnya di musim ramai."
Bakr Kano, pria pendatang ilegal asal Chad, punya cerita lain. Bisnis skala mikronya bergelut di dunia air mineral. Layaknya air yang dijual, bisnis itu menjadi penyelamat dan penyambung hidup keluarganya.
Kano membeli 30 kardus berisi botol-botol air mineral seharga 18 riyal per karton, yang akan dijual lagi dengan harga 30 riyal.
"Setiap hari saya menjual sekitar dua sampai tiga karton air mineral di lampu merah dan mendapatkan keuntungan lebih dari 36 riyal sehari," katanya berkisah.
Adalagi bisnis gurem lainnya, tapi yang ini unik. Namanya bisnis mengucap salam. Bisnis ini biasa dilakukan oleh para penyapu jalan. Mereka mengucapkan "Assalamu'alaikum" kepada para pengendara mobil yang kaya di dekat lampu pengatur lalu lintas.
Para pengemudi mobil biasanya menganggap mereka adalah orang miskin yang layak diberi sedekah. Sambil membalas salam, mereka pun memberi sejumlah uang.
"Saya mendapatkan uang lebih banyak dari menjual salam daripada dari pekerjaan saya," kata seorang petugas penyapu jalan.
Menurut Syeikh Muhammad Al-Sahli, seorang profesor ilmu syariah di Universitas Umm Al-Qura, orang miskin bisa menghasilkan uang di Makkah karena Nabi Ibrahim alaihissalam berdoa kepada Allah memohon karunia-Nya atas penduduk kota suci itu.
Dia mengatakan, sejumlah orang miskin yang datang ke Makkah mampu menemukan berbagai macam sumber pendapatan, seperti menjual air mineral dan kayu siwak. "Beberapa di antara mereka bahkan ada yang kemudian menjadi pengusaha dan pedagang," katanya.[di/an/ hidayatullah.com]
Hidayatullah.com --Kota suci Makkah dianggap sebagai salah satu kota yang paling mahal untuk ditinggali, berdasarkan tingginya biaya akomodasi di daerah sekitar Masjidil Haram.
Hal tersebut, menurut para pakar ekonomi, telah menciptakan kesan keliru yang mengira orang-orang kaya dan proyek-proyek raksasa saja yang hanya ada di sana.
Kenyataannya, banyak orang miskin Saudi dan orang asing yang papa tinggal tak jauh dari Masjidil Haram. Jumlahnya berlipat dan keturunan mereka, yang tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, menekuni bisnis kecil-kecilan guna menyambung hidup diri sendiri dan keluarga.
Bisnisnya, seringkali hanya bernilai beberapa riyal saja. Meskipun demikian, masih bisa memberi makan beberapa mulut yang kelaparan.
Sebut saja Mohsen Attiyah. Dia adalah pria Saudi berusia 62 tahun. Pekerjaannya menjual kayu siwak di pelataran Masjidil Haram. Bisnis kelas guremnya itu dilakoni untuk menghidupi istri dan delapan anaknya.
"Saya telah menjual siwak selama lebih dari 25 tahun. Saya memulai usaha ini dengan modal tidak lebih dari 25 riyal," cerita Attiyah.
Pria itu membeli kayu siwak dalam jumlah agak banyak seharga 300 riyal. Lalu dia memotong-motongnya menjadi tangkai kecil sebanyak kira-kira 700 buah. Setiap tangkai dijual kembali dengan harga 3 riyal.
"Saya mendapat keuntungan antara 1.400-2.100 riyal."
Meskipun untungnya lumayan, tapi barang dagangannya tidak habis dalam waktu sekejap.
"Kadang butuh waktu berhari-hari untuk menjual habis seluruh siwak saya," katanya, seraya menjelaskan bahwa kota Makkah adalah tempat terbaik untuk menjual barang dagangan semacam itu.
Lain Attiyah, lain pula Arshad Haj. Pendatang asing ilegal ini masih berusia 22 tahun. Bisnisnya adalah menjual jasa gunting, sebagai tukang potong rambut.
Modal bisnisnya adalah gunting seharga 6 riyal. Dengan gunting di tangan, dia mencukur kepala-kepala para jamaah di dekat pintu Masjidil Haram. Imbalannya 3 riyal per kepala. Selama bulan Ramadhan dan musim haji, tarif layanannya bisa naik hingga 5 riyal.
"Saya memperoleh pendapatan sekitar 120 riyal di hari-hari biasa. Tapi bisa mendapat tiga kali lipatnya di musim ramai."
Bakr Kano, pria pendatang ilegal asal Chad, punya cerita lain. Bisnis skala mikronya bergelut di dunia air mineral. Layaknya air yang dijual, bisnis itu menjadi penyelamat dan penyambung hidup keluarganya.
Kano membeli 30 kardus berisi botol-botol air mineral seharga 18 riyal per karton, yang akan dijual lagi dengan harga 30 riyal.
"Setiap hari saya menjual sekitar dua sampai tiga karton air mineral di lampu merah dan mendapatkan keuntungan lebih dari 36 riyal sehari," katanya berkisah.
Adalagi bisnis gurem lainnya, tapi yang ini unik. Namanya bisnis mengucap salam. Bisnis ini biasa dilakukan oleh para penyapu jalan. Mereka mengucapkan "Assalamu'alaikum" kepada para pengendara mobil yang kaya di dekat lampu pengatur lalu lintas.
Para pengemudi mobil biasanya menganggap mereka adalah orang miskin yang layak diberi sedekah. Sambil membalas salam, mereka pun memberi sejumlah uang.
"Saya mendapatkan uang lebih banyak dari menjual salam daripada dari pekerjaan saya," kata seorang petugas penyapu jalan.
Menurut Syeikh Muhammad Al-Sahli, seorang profesor ilmu syariah di Universitas Umm Al-Qura, orang miskin bisa menghasilkan uang di Makkah karena Nabi Ibrahim alaihissalam berdoa kepada Allah memohon karunia-Nya atas penduduk kota suci itu.
Dia mengatakan, sejumlah orang miskin yang datang ke Makkah mampu menemukan berbagai macam sumber pendapatan, seperti menjual air mineral dan kayu siwak. "Beberapa di antara mereka bahkan ada yang kemudian menjadi pengusaha dan pedagang," katanya.[di/an/ hidayatullah.com]
0 komentar:
Posting Komentar